Hari ini adalah pertama kalinya kami selaku anak magang ikut dalam kegiatan tahunan kantor, family gathering. Pertama kali terlintas dalam pikiran ketika mendengar acara tersebut, langsung teringat kepada curhatan seorang teman yang tak perlu disebutkan namanya. Singkat cerita, di tempat dia magang juga ada acara seperti ini. Di dalam ceritanya itu, dia menyampaikan kegalauan tentang banyak hal terkait acara tersebut. Mulai dari boleh atau tidak uang yang diberikan secara cuma-cuma kepada pegawai itu dipakai, kalau tidak boleh bagaimana pula hukumnya kita ikut serta dalam acara tersebut dan menikmati fasilitas-fasilitas yang tersedia, contohnya konsumsi, transportasi, d.l.l.
Menanggapi curhat teman tersebut, aku pun mengatakan hal yang menurut kata hatiku benar, bahwa kita tidak boleh menikmati uang yang diberikan cuma-cuma tersebut, apalagi doorprize nya, hanya saja ketika dia bertanya bagaimana dengan konsumsi, aku mulai bingung, dan aku menyimpulkan sendiri dengan ilmu yang aku miliki, bahwa untuk konsumsi, transportasi itu boleh saja, tapi tetap saja pada saat itu aku masih ragu dengan jawabanku. Bila ditanyakan kepada temanku yang insya Allah lebih paham dariku, mereka berkata boleh-boleh saja, karena acara tersebut memang sudah dianggarkan dari awal, tapi tetap saja hatiku tidak dapat menerima alasan tersebut.
Sepertinya tidak banyak yang ikut acara ini, apalagi di bagian tempatku magang, hanya saja mereka berkata agar aku ikut saja, tidak ada perwakilan-perwakilan bagian, karena semua jadi satu. Kembali ke topik permasalahan, di saat sesi terakhir acara family gathering ini, ada acara pembagian doorprize. Padahal sudah sangat berharap tidak mendapatkan doorprize itu, tapi apa daya, ternyata dapat juga, dua pula. Akhirnya aku pun bingung hendak dikemanakan hadiah-hadiah itu. Tetap saja aku tidak ingin menggunakannya sendiri, aku harus memberikannya kepada orang lain yang lebih membutuhkan barang tersebut.
Sesampainya di kosan, bapak menelpon, bertanya ini dan itu, dan saat aku ceritakan tentang acara itu, bapak langsung menanggapinya sinis, "itu pakai uang negara? enak bener ya.." Maklum lah, orang tua ku dua-duanya bukanlah pegawai negeri, mencari rezeki dengan jalan berdagang. Aku sendiri pun berpendapat demikian. Tidak pantas seorang pegawai negeri yang statusnya adalah pelayan masyarakat tapi bisa hidup lebih nyaman dari masyarakat itu sendiri :( . Masyarakat bekerja dan hasilnya berapa persen masuk ke pajak, lalu dari pajak tersebut dipakai untuk membangun negara ini dan salah satunya untuk menggaji para pegawai negeri. Jadi, tidak patut uang rakyat dihabiskan untuk hal-hal semacam itu. Seharusnya uang rakyat dihabiskan untuk menyejahterakan rakyat, bukan hanya untuk membahagiakan segolongan orang saja, apalagi sesungguhnya uang-uang yang beredar sekarang adalah uang hasil utang. Hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan hati nurani.
Seperti yang telah dicontohkan oleh baginda Rasulullah SAW dan para sahabat, menjadi pemimpin itu tidaklah mudah. Seorang pemimpin bertanggung jawab terhadap apa-apa saja yang ia pimpin. Bila becermin kepada Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabat, mereka hidup dalam keterbatasan, mereka tidak merasa nyaman ketika ada saudara mereka yang kesusahan. Saat Umar bin Abdul Aziz yang tidak bisa istirahat karena memikirkan rakyatnya, hingga tercapai kemakmuran luar biasa pada masa kepemimpinannya, lalu bisakah kita seperti mereka?
Pernah dengar ada yang bilang kalau mau kaya jangan jadi PNS, menurutku itu sangat tepat. Tapi bukan berarti menjadi PNS lalu jadi miskin, bukan seperti itu. Menjadi PNS adalah pekerjaan mulia, menjadi pelayan masyarakat yang insya Allah memiliki kemanfaatan yang banyak, mencari penghasilan yang sebesar-besarnya bukanlah tujuan dari menjadi PNS. Sudah seharusnya tiap PNS memiliki pemahaman tentang betapa mulia pekerjaan PNS ini sehingga tidak menodainya dengan mengecewakan rakyat. Allah akan menolong hamba-hambaNya yang menolong agamaNya.
So, i just dont know what to say, so many things happened these days and i cant describe what my heart feeling says. I just want Allah always guide us to His way and not lets us far from Him.
Hati itu seperti selembar kertas putih, yang jika ada setetes tinta hitam akan memberi warna lain di kertas putih tersebut. Semakin banyak tinta hitam, semakin kertas putih itu menjadi gelap. Hati yang dikotori oleh dosa meskipun sedikit, ketika dosa itu semakin banyak, maka ia akan menutupi hati, jadilah ia hati yang tak lagi dapat memberi petunjuk kepada empunya untuk meniti jalan yang benar. Wallahu a'lam bisshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar