Jumat, 28 Februari 2014

Renungan Malam Terakhir Februari 2014

Tidak terasa sudah lima bulan berada disini, mulai dari akhir September 2013 hingga Februari 2014. Siapa yang menyangka akhirnya aku lolos ujian TKD waktu itu dan mengakhiri masa "pengangguran" yang sudah kami seangkatan alami selama hampir setahun. Siapa sangka juga aku memilih di tiga pilihan itu dan lolos pada pilihan kedua. Sudah cukup rasanya kegalauan akan masa depan itu menghantui, tapi tetap saja diri ini jatuh pada kehampaan yang sama, apa yang akan terjadi atau kapan akan terjadi, atau juga bagaimana nanti semisal itu terjadi? Bagaimana lagi diri ini hendak bertindak?

Kemudian semua pertanyaan itu muncul, apa aku menyesal dengan jalan yang kupilih? Apa aku menyesal dengan permintaan yang aku ajukan kepada-Nya dan Dia menyetujuinya?
Kenapa aku berada disini sekarang? Andai saja dulu aku tidak memilih ini dan memilih itu, mungkin aku sekarang bisa tetap nyaman berada di rumah, bersama keluarga dan teman-teman yang sangat merindukan kehadiranku. Apa pantas aku mengeluh?

Terdengar kabar yang simpang siur, tak jelas dari mana asalnya dan sejak kapan kabar itu ada. Pengangkatan itu terus diundur, SK yang tak kunjung turun, semua itu tiada memberi ruang untuk kesabaran dan kelegaan. Semuanya begitu terasa mengkhawatirkan, apalagi jika sudah terkait penempatan daerah, yang "katanya" satker yang sangat ingin kutuju ternyata tidak akan menerima siapa pun tahun ini dari angkatan kami. Rasanya ingin pecah tangis ini, betapa sesak dada ini jika teringat akan hal itu. Inginku mungkin bukan hal yang terbaik menurut-Nya, tapi apakah salah jika aku masih berharap? Berharap Allah akan mengabulkan permintaanku sekali lagi dan aku harus siap menerima konsekuensi dari setiap keinginanku yang dikabulkan? Aku saja tidak yakin, padahal Allah ingin melihat kesungguhan dan tekad bulatku.
Pernah ada yang berkata mengapa sangat kuat hasrat untuk cepat penempatan? Belum tentu keadaan di tempat yang baru lebih baik dari sekarang. Benar kataku, apalagi jika ternyata penempatannya di daerah Timur, yang aku sama sekali belum pernah membayangkan untuk bekerja disana apalagi tinggal untuk beberapa tahun. Tapi instansiku mengenai penempatan daerah ini terasa lebih menenangkan dibandingkan instasi sebelah yang bahkan mungkin namanya sama sekali belum pernah didengar, yang hanya dapat ditempuh dengan pesawat kecil, atau kendaraan "tidak biasa" lainnya.

Akhirnya aku sadari, tiap kali lelah datang menghampiri, selalu ada obat untuk mengatasinya, yaitu syukur. Rasa syukur yang harusnya terus dan terus aku ucapkan kepada Sang Pemberi Nikmat. Sepertinya aku kurang bersyukur. Ketika anak-anak seusiaku di luar sana masih sulit memperoleh pendidikan kedinasan dan dibiayai oleh negara, aku bisa sekolah disana. Ketika anak-anak seusiaku sekarang di luar sana masih kesulitan mencari pekerjaan yang layak, aku sudah mendapatkannya, di Kementerian Keuangan pula, kenapa aku masih kurang dapat bersyukur? 
Hanya menunggu untuk beberapa waktu lagi, tidak dapatkah aku bersabar? Masih banyak nikmat yang tidak bisa aku ungkapkan, dibandingkan dengan "masalah ini" tentunya sangat tidak sebanding dengan nikmat yang sudah kuterima. 

Ar Rahmaan, Ar Rahiim
Sungguh, nikmatMu yang mana lagi yang dapat kudustakan?
Sungguh, betapa kurang bersyukurnya diriku ini
Kumasih miliki apa yang mungkin teman-teman atau orang lain tidak lagi memiliki
Orang tuaku yang sangat kusayangi
Sungguh aku sangat bersyukur masih memiliki mereka
Rasa sabar dan kasih sayang yang tak pernah kurang bahkan selalu bertambah
Doa mereka lah yang dapat mendorong kesuksesanku dunia akhirat
Bahagia mereka lah bahagiaku
Hasbunallah Wa ni'mal wakiil, Ni'mal Maulaa Wa ni'mannashiir
Cukuplah Allah yang dapat memahami diriku yang bahkan aku tidak mengerti.

Semua yang Ia cipatakan sudah ada ukuran dan kadar yang sangat tepat, tidak mungkin salah. Allah tidak akan membebani sesuatu yang tidak dapat diemban oleh hambaNya. (2:286)

"Ya'qub menjawab:'Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak mengetahuinya'." (12:86)

Tawakkaltu 'alallah, aku punya keinginan, tapi tetap harus tawakkal, dan aku berharap Allah menganugerahiku ketawakkalan itu, hingga aku tiada lagi harus mengeluh :')

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Feed me, Please =D