Tak terasa sudah 5 bulan tinggal di bawah atap yang sama, menjalani hari-hari bersama. Teringat waktu itu adalah salah satu waktu tergalau di dalam hidupku. Di rumah, setelah mengetahui bahwa aku masuk di FETA dan harus segera ke Jakarta untuk pelaporan dan agenda selanjutnya, aku pun mulai bingung mau tinggal dimana nanti saat disana. Akhirnya emak pun berusaha dengan menghubungi saudara-saudara yang ada di Jakarta dan sekitarnya untuk mencarikanku kosan. Akupun tidak diam saja, tapi juga berkomunikasi dengan mbak Mida yang mendapat penempatan di FETA juga.
Beberapa kali berkomunikasi via sms terkadang juga telpon (tergantung ada atau tidaknya pulsa pastinya), akhirnya diputuskan kalau mbak Mida lah yang akan mencari kosan di dekat kantor agar tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi lagi. Akan tetapi, aku juga berusaha mencari info kosan dari kakak kelas yang dulu sempat diklat di kantor kami.
Karena hari H keberangkatan sudah semakin dekat, tapi kosan masih belum dapat, aku pun mengalami stress tingkat sedang yang mengakibatkan sakit selama beberapa hari. Alhamdulillah, Allah memang tidak akan memberi cobaan di luar kemampuan hambaNya. Mbak Mida dengan ditemani oleh Bude Herni, akhirnya dapat menemukan kosan yang dekat dengan kantor, meskipun harganya kurang bersahabat dengan kantong kami yang saat itu belum ada isi sama sekali. Dengan cukup banyak pertimbangan, akhirnya kami pun sepakat ngekos disana, karena jika ngekos jauh dari kantor maka biaya yang dikeluarkan adalah sebagai berikut: biaya tempat tinggal + transportasi + makan . Tapi kalau ngekos di dekat kantor biaya transportasi bisa dieleminasi dan biaya makan bisa disiasati. Agar biaya kosan jadi lebih murah, kami berdua harus mencari orang lagi untuk mau diajak untuk ngekos di tempat yang sama. Sampai akhirnya kami pun menemukan mereka, Salma dan Na'im. Dan ini lah kami sekarang berempat ngekos di tempat yang sama sejak September akhir tahun lalu. Tidak hanya tinggal di satu rumah, tapi juga di satu kamar yang sama, berempat.
Mungkin banyak yang berpikir bagaimana bisa kami berempat tidur dan beraktivitas di sebuah ruangan yang sama setiap hari, bahkan sempat ada yang bertanya, bagaimana dengan privatisasinya? Well, I said, there's no privatisation :)
Meskipun tiap orang masing-masing punya karakter yang berbeda-beda, aku sendiri sanguin, mbak Mida dan Salma melankoli, dan Na'im plegmatis, kami tetap bisa bersama. Memang dalam banyak kesempatan, kesabaran dan sifat mau mengalah sangat dibutuhkan. Apalagi aku yang sulit sekali untuk mengalah, sangat rumit untuk dapat dijelaskan mungkin untuk mereka yang bisa memaklumiku sampai sekarang. But I'm glad, thanks Allah, Alhamdulillah, You've guided me until now.
Pengalaman ngekos selama 3 tahun sewaktu kuliah dulu ternyata tidak sama dengan sekarang. Meskipun harga kosan mahal, tapi kami sudah mendapatkan fasilitas wifi dan dapur :) tanpa harus menambah biaya lagi.
Ibu Kosan (Tante Merry)
Dulu saat masih awal-awal ngekos, kami semua memanggil Tante Merry dengan sebutan Bu, tapi lambat laun kami semua memanggilnya dengan sebutan tante. Tante bekerja di KemenPU, tapi sekarang sudah pensiun dan hanya tinggal di rumah, sedangkan Om masih bekerja sebagai teknisi di sebuah perusahaan. Tante punya dua orang anak, yang pertama sudah menikah dan tinggal di London, sedangkan yang kedua sudah menikah juga tapi tinggal di Jakarta.
Meskipun kami berlainan keyakinan dengan tante Merry dan keluarga, tapi kami tetap saling menghormati, misalnya saat masuk waktu sholat sedangkan kami masih mengobrol, pasti tante langsung mempersilahkan kami untuk sholat, begitu juga saat kami sedang berpuasa. Tante juga sangat perhatian dengan apa yang terjadi di kosan, masalah air minum, kebersihan, bola lampu, dan semua hal yang kami butuhkan kalau bisa disediakan oleh tante (dalam batas yang wajar tentunya) pasti disediakan agar kami nyaman tinggal disana, bahkan kalau tante punya makanan, dia juga dengan senang hati membaginya kepada kami (maklumlah tante tahu honor kami masih "ecek-ecek").
G4PP
Kenapa dipanggil G4PP? Pastinya karena kami berempat semuanya perempuan dan PP? Awalnya karena dulu sering mengaitkan hal-hal yang dibicarakan dengan frase "pola pikir", jadi yang semula hanya G4 ditambahkan PP di akhirnya. Lantas kenapa kami repot-repot memberi nama? Itu karena aku punya geng dan geng itu punya nama, masa gengku saja punya nama tapi kami yang sudah "merasa" menjadi satu geng tidak punya nama? Aneh memang, benar-benar aneh.
Personil G4PP adalah:
1. Mbak Mida: sebagai yang paling tua (lebih tua setahun), maka dari itu dia dipanggil mbak, pemikirannya juga lebih dewasa dari kami, tapi tidak jarang juga sifat anak-anaknya muncul. Rumah asalnya di Kebumen, jadi cara bicaranya ada logat "ngapak" nya juga. Mbak Mida ini paling sulit dibully dan pintar membuat alasan untuk melakukan pembenaran terhadap pendapatnya.
2. Na'im: Dia yang paling muda diantara kami berempat. Sangat ramah dan curiousity nya sangat tinggi, apalagi jika orang yang sedang berada di dekatnya membicarakan hal tersebut. Asalnya dari Sragen, sangat suka dengan tomat dan stroberi, salah satu yang sering "galau" kalau di kosan.
3. Salma: Dunianya adalah dunia maya, tiada kehidupan tanpa surfing di internet. Makanya dia yang paling berada di luar zona pergaulan orang normal (maksudnya di G4PP). Tapi sebenarnya Salma anak gaul, asalnya saja dari Bandung. Pernah aku dan mbak Mida menginap di rumahnya. Ibunya salma gemar memasak kue dan mendesign baju. Setiap kali Salma pulang ke rumahnya dan kembali ke kosan, dia membawa banyak oleh-oleh, ada rainbow cake, siomay kering, dan pernah dia hanya membawa bahan-bahan sembako.
4. Aku: Yang paling imut dan yang paling menyebalkan mungkin, tapi harus kuakui hanya aku yang paling normal diantara mereka bertiga, hahaha *maksudnya?* Aku juga yang paling sering dibully di kantor dan aku yang sama sekali belum pernah pulang ke rumah, karena rumahku yang paling jauh (Medan).
Itu adalah secuil kisah menanti penempatan, mungkin masih banyak sekali yang bisa diceritakan, tapi di lain kesempatan mungkin.Well, sebagai penutup, perjalanan masih panjang. Jauh di depan masih banyak ujian yang harus dilewati. Tidak boleh mengeluh dan harus tetap optimis. Allah beserta orang-orang yang sabar.
Ibu Kosan (Tante Merry)
Dulu saat masih awal-awal ngekos, kami semua memanggil Tante Merry dengan sebutan Bu, tapi lambat laun kami semua memanggilnya dengan sebutan tante. Tante bekerja di KemenPU, tapi sekarang sudah pensiun dan hanya tinggal di rumah, sedangkan Om masih bekerja sebagai teknisi di sebuah perusahaan. Tante punya dua orang anak, yang pertama sudah menikah dan tinggal di London, sedangkan yang kedua sudah menikah juga tapi tinggal di Jakarta.
Meskipun kami berlainan keyakinan dengan tante Merry dan keluarga, tapi kami tetap saling menghormati, misalnya saat masuk waktu sholat sedangkan kami masih mengobrol, pasti tante langsung mempersilahkan kami untuk sholat, begitu juga saat kami sedang berpuasa. Tante juga sangat perhatian dengan apa yang terjadi di kosan, masalah air minum, kebersihan, bola lampu, dan semua hal yang kami butuhkan kalau bisa disediakan oleh tante (dalam batas yang wajar tentunya) pasti disediakan agar kami nyaman tinggal disana, bahkan kalau tante punya makanan, dia juga dengan senang hati membaginya kepada kami (maklumlah tante tahu honor kami masih "ecek-ecek").
G4PP
Kenapa dipanggil G4PP? Pastinya karena kami berempat semuanya perempuan dan PP? Awalnya karena dulu sering mengaitkan hal-hal yang dibicarakan dengan frase "pola pikir", jadi yang semula hanya G4 ditambahkan PP di akhirnya. Lantas kenapa kami repot-repot memberi nama? Itu karena aku punya geng dan geng itu punya nama, masa gengku saja punya nama tapi kami yang sudah "merasa" menjadi satu geng tidak punya nama? Aneh memang, benar-benar aneh.
Personil G4PP adalah:
1. Mbak Mida: sebagai yang paling tua (lebih tua setahun), maka dari itu dia dipanggil mbak, pemikirannya juga lebih dewasa dari kami, tapi tidak jarang juga sifat anak-anaknya muncul. Rumah asalnya di Kebumen, jadi cara bicaranya ada logat "ngapak" nya juga. Mbak Mida ini paling sulit dibully dan pintar membuat alasan untuk melakukan pembenaran terhadap pendapatnya.
2. Na'im: Dia yang paling muda diantara kami berempat. Sangat ramah dan curiousity nya sangat tinggi, apalagi jika orang yang sedang berada di dekatnya membicarakan hal tersebut. Asalnya dari Sragen, sangat suka dengan tomat dan stroberi, salah satu yang sering "galau" kalau di kosan.
3. Salma: Dunianya adalah dunia maya, tiada kehidupan tanpa surfing di internet. Makanya dia yang paling berada di luar zona pergaulan orang normal (maksudnya di G4PP). Tapi sebenarnya Salma anak gaul, asalnya saja dari Bandung. Pernah aku dan mbak Mida menginap di rumahnya. Ibunya salma gemar memasak kue dan mendesign baju. Setiap kali Salma pulang ke rumahnya dan kembali ke kosan, dia membawa banyak oleh-oleh, ada rainbow cake, siomay kering, dan pernah dia hanya membawa bahan-bahan sembako.
4. Aku: Yang paling imut dan yang paling menyebalkan mungkin, tapi harus kuakui hanya aku yang paling normal diantara mereka bertiga, hahaha *maksudnya?* Aku juga yang paling sering dibully di kantor dan aku yang sama sekali belum pernah pulang ke rumah, karena rumahku yang paling jauh (Medan).
Itu adalah secuil kisah menanti penempatan, mungkin masih banyak sekali yang bisa diceritakan, tapi di lain kesempatan mungkin.Well, sebagai penutup, perjalanan masih panjang. Jauh di depan masih banyak ujian yang harus dilewati. Tidak boleh mengeluh dan harus tetap optimis. Allah beserta orang-orang yang sabar.
Ul kamu lucu banget siiiiii.... hahahahaha. Aku kangen! Ayo G4PP nginep di Depok!!
BalasHapushahaha.. :D
Hapus