Rabu, 29 Februari 2012

Ramalan? Bolehkah?

Oleh: Armansyah
Meramal artinya melakukan suatu prediksi atau dugaan dan dalam dunia ilmiah istilah ini lebih populer disebut sebagai hipotesa. Sebagai sebuah prediksi tentu saja kita tidak bisa menghakiminya sebagai hal yang terlarang apalagi sesat. Prediksi atau ramalan bukan berupa nilai yang pasti sehingga hasilnya bisa benar dan bisa juga salah, tergantung seberapa akurat data-data yang diolah sebelum akhirnya menjadi sebuah perkiraan (hipotesa). Allah sendiri berfirman dalam al-Quran bahwa sebuah teori, sebuah prediksi ataupun ramalan tidak akan bisa mengalahkan kebenaran yang sesungguhnya.
Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali dugaan saja. Sesungguhnya dugaan itu tidak bisa mengalahkan kebenaran [1]. 

Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. 

- Qs. 10 Yunus : 36



Namun sangat disayangkan justru manusia banyak terjebak dalam memastikan hasil akhir dari dugaan yang sebenarnya masih bersifat kemungkinan satu diantara dua.; Dalam kalangan ilmuwan terdapat suatu kesimpulan bahwa apa yang telah dikatakan benar, sesungguhnya belumlah mutlak benar. Sesuatu hal adalah benar menurut anggapan (dugaan) relatif disuatu jaman karena pada periode berikutnya bisa saja terdapat bukti yang memperbaiki (dugaan) kebenaran sebelumnya, hingga apa yang kemarin telah benar, kini harus dirubah lagi, dan besok mungkin disempurnakan lagi. Tingkat keberhasilan dari penganalisaan ini harus selalu diukur dengan tahap persetujuan antara pernyataan dan kenyataan tentang sesuatu itu sendiri.
Mempelajari ilmu ramal pada hakekatnya tidak terlarang selama masih dalam koridor teori kemungkinan, namun jika keluar dari teori itu dan masuk dalam dunia keabsolutan maka tentu saja akan menuai konfrontasi terbuka terhadap ajaran agama dan nilai-nilai keuniversalan nurani (kata hati).

Apa yang dilakukan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) dengan ramalan cuacanya serta ilmuwan vulkanologi yang mengetengahkan ramalan terhadap meletusnya sebuah gunung atau akan munculnya gempa berkekuatan tertentu disuatu daerah adalah salah satu contoh ilmu ramal yang bisa dibenarkan, sebab mereka mempergunakan teknologi yang berdasarkan hasil karya akal pikiran dan memiliki tujuan agar masyarakat bisa mewaspadai akibat yang terjadi dari kejadian-kejadian tersebut.



Ilmu perbintangan adalah ilmu yang paling banyak diselewengkan oknum-oknum tertentu untuk mencari keuntungan pribadi dengan mencampurkannya dengan hal yang klenik dan irrasional. Padahal ilmu ini adalah salah satu cabang dari ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang luar angkasa, sehingga banyak agamawan justru memandangnya sebagai sesuatu yang negatip. Al-Quran sendiri memaparkan kepada kita :

Dan Dia-lah yang telah menjadikan bagi kamu beberapa bintang untuk menjadi pedoman didalam kegelapan didarat dan dilautan. Lalu Kami jelaskan tanda-tanda Kami bagi orang-orang yang mengetahuinya. 

- Qs. 6 al-anam : 97

Dan Dia jadikan tanda-tanda melalui bintang sehingga mereka mendapatkan petunjuk. - Qs. 16 an-Nahl : 16
Bintang secara umum adalah benda angkasa yang memancarkan cahaya kala malam tiba, dengan mempelajari letak dan posisi bintang-bintang tersebut manusia bisa memperoleh petunjuk arah yang menyelamatkannya dari kesesatan perjalanan. Manakala ada sekelompok orang yang menunjuk benda-benda angkasa sebagai ramalan terhadap sebuah peristiwa atau menyangkut nasib seseorang maka Nabi secara tegas bersabda :
Sesungguhnya manusia menganggap gerhana matahari dan gerhana bulan dan lenyapnya bintang-bintang dari kedudukannya karena matinya orang-orang besar dari penduduk bumi, sungguh mereka telah berbohong ! ; sebenarnya semua itu adalah ayat-ayat kekuasaan Allah, supaya para hamba-Nya bisa mengambil pelajaran dengan melihat fenomena itu dan diantara mereka ada yang melakukan instropeksi diri (pertobatan). - Hadis Riwayat Abu Daud
Dan kamu jadikan rezki kamu dan syukur kamu dengan mendustakan pernyataan bahwa kita telah diberi hujan oleh kedudukan bulan ini dan bulan itu serta bintang ini dan bintang itu. - Hadis Riwayat Ahmad, Turmudzi, Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dari Ali bin Abu Thalib.

Jelas bahwa ilmu perbintangan tidak boleh dijadikan ilmu meramal nasib seseorang, apalagi bila kita pelajari bagaimana sesungguhnya logo-logo zodiak seperti scorpio, leo dan sebagainya itu diciptakan dengan memaksakan keterhubungan antara bintang yang satu dengan bintang lainnya melalui sebuah garis maya (garis khayalan) padahal sesungguhnya mereka sama sekali berjauhan dan tidak nampak berhubungan sebagaimana yang sering digambarkan.
Berbicara mengenai Ilmu Fengshui ada baiknya bila kita kenali dulu sejarahnya, Basuki Soejatmiko [2] dalam bukunya menulis bahwa Fengshui mulai dikembangkan pada masa kejayaan dinasti Chou (1027 256 SM) yang awalnya sebuah konsep religius (keagamaan) Im dan Yang lalu seterusnya menjadi peraturan dalam membangun rumah; istilah Fengshui dikenal juga dengan nama Hongsuinipun arti harfiahnya adalah angin dan air.; melalui ilmu denah rumah ini diyakini bahwa kebahagiaan dan keberuntungan manusia yang menghuninya dimasa mendatang dipengaruhi olehnya.
Tidak ada yang aneh dan salah dalam ilmu ini apabila ia memang sekedar mengatur tata letak rumah yang ideal sehingga prinsip keseimbangan alam yang dianutnya benar-benar sesuai dan secara fakta dilapangan bisa dibuktikan.; misalnya bagaimana mengatur posisi pintu rumah, atau jendela agar tidak berhadapan langsung dengan matahari sehingga rumah sering merasa panas terutama dimusim kemarau panjang dan orang-orang yang ada didalamnya menjadi mudah emosi dan menyebabkan rumah tangga atau juga bisnis hancur.


Fengshui bisa tidak sejalan dengan pola pikir Islam saat dia melakukan nomorisasi hari-hari dalam satu minggu yang dikalkulasikan sedemikian rupa dan merujukkan nomor-nomor tersebut pada hubungan sesama manusia (biasanya menyangkut pasangan hidup dan bisnis). Apabila hasil nomornya bagus maka hubungan bisa berjalan, sebaliknya hubungan segera diakhiri, perbuatan yang sama bisa kita lihat dalam sistem yang berlaku pada primbon masyarakat Jawa. Bahkan setiap hari, bulan dan tahun pada almanak dibuat sebagai permodelan ramal demi menentukan hari baik, bulan baik dan tahun baik untuk melakukan suatu perbuatan.
Perlu ditekankan disini bahwa semuanya bukanlah hitung-hitungan matematika untung-rugi yang biasa dipraktekkan oleh para pengusaha dan manager modern namun tidak lebih dari takhayul orang-orang China dan orang-orang Jawa dimasa lalu sesuai kepercayaan dan tradisinya masing-masing. Bukankah al-Quran sudah berkata :
Dan apabila diperintahkan kepada mereka : ikutilah apa-apa yang diturunkan oleh Allah ! ; Mereka akan menjawab : Kami hanya bermaksud mengikuti tradisi nenek moyang kami ! ; Lalu apakah mereka mau mengikutinya sekalipun nenek moyang mereka tidak mengerti sesuatu dan tidaklah terpimpin dijalan yang benar ?

- Qs. 2 al-Baqarah : 170

Sesungguhnya bilangan bulan-bulan disisi Allah ada dua belas bulan; tersebut dalam kitab Allah pada hari Dia menjadikan langit dan bumi.

Qs. 9 al-Baraah : 36

Tiada satu bencanapun yang menimpa di bumi maupun pada dirimu sendiri melainkan telah ditetapkan dalam kitab catatan sebelum Kami menciptakannya Qs. 57 al-Hadiid : 22
Sungguh ! Kami sudah mengetahui orang-orang yang hidup sebelum kamu dan sungguh, Kami juga sudah mengetahui orang-orang yang akan hidup dimasa depan. Qs. 15 al-Hijr : 24
Apakah kiranya jika kamu berkuasa, kamu akan membuat kerusakan dimuka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan ?


Mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan telinga mereka tuli, penglihatan mereka buta Qs. 47 Muhammad : 22-23
Islam tidak mengenal hari baik bulan baik atau juga sebaliknya, semua bulan adalah baik dan setiap tahun juga baik. Tidak ada pengkultusan waktu-waktu tertentu bagi seseorang untuk melakukan sebuah kegiatan.
Jelek tidaknya nasib manusia tidak ditentukan oleh kapan dia memulai kegiatannya, namun lebih pada tindakannya sendiri yang kurang perhitungan dan mawas diri. Sebagai contoh, Islam tidak mengkeramatkan malam 17 Ramadhan yang dipercayai sejumlah ulama sebagai malam turunnya kitab suci al-Quran, Islam juga tidak mengkeramatkan hari 12 Rabiul Awal dimana Nabi Muhammad lahir dan meninggal dunia, semuanya adalah waktu yang berjalan sesuai kodratnya, sama sekali tidak ada yang perlu dihitung dan dikultuskan.


Tidak ada paksaan didalam agama, telah jelas jalan yang benar dan jalan yang salah ; Karena itu, siapa yang mengingkari kesalahan dan beriman kepada Allah, sungguh dia telah berpegang kepada tali yang sangat teguh yang tidak ada putusnya. Qs. 2 al-Baqarah : 256


Referensi :
[1] Ada sejumlah terjemahan al-Quran yang menterjemahkan kata mengalahkan kebenaran sebagai mencapai kebenaran dalam hal ini penulis mengikuti tafsir al-Furqon, karya A. Hassan, Penerbit Pustaka Tamaam, Bangil, 1986, hal. 398 sebagaimana tersebut diatas.  
[2] Basuki Soejatmiko, Hong Sui Nipun, Penerbit Jawa Pos, Surabaya, 1988, hal. 10.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Feed me, Please =D