Meramal artinya melakukan suatu prediksi atau
dugaan dan dalam dunia ilmiah istilah ini lebih populer disebut sebagai
hipotesa. Sebagai sebuah prediksi tentu saja kita tidak bisa menghakiminya
sebagai hal yang terlarang apalagi sesat. Prediksi atau ramalan bukan berupa
nilai yang pasti sehingga hasilnya bisa benar dan bisa juga salah, tergantung
seberapa akurat data-data yang diolah sebelum akhirnya menjadi sebuah perkiraan
(hipotesa). Allah sendiri berfirman dalam al-Qur’an bahwa sebuah teori, sebuah prediksi
ataupun ramalan tidak akan bisa mengalahkan kebenaran yang sesungguhnya.
Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali
dugaan saja. Sesungguhnya dugaan itu tidak bisa mengalahkan kebenaran [1].
Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
kerjakan.
- Qs. 10 Yunus : 36
Namun sangat disayangkan justru manusia banyak terjebak dalam memastikan hasil akhir dari dugaan yang sebenarnya masih bersifat kemungkinan satu diantara dua.; Dalam kalangan ilmuwan terdapat suatu kesimpulan bahwa apa yang telah dikatakan benar, sesungguhnya belumlah mutlak benar. Sesuatu hal adalah benar menurut anggapan (dugaan) relatif disuatu jaman karena pada periode berikutnya bisa saja terdapat bukti yang memperbaiki (dugaan) kebenaran sebelumnya, hingga apa yang kemarin telah benar, kini harus dirubah lagi, dan besok mungkin disempurnakan lagi. Tingkat keberhasilan dari penganalisaan ini harus selalu diukur dengan tahap persetujuan antara pernyataan dan kenyataan tentang sesuatu itu sendiri.
Mempelajari ilmu ramal pada hakekatnya tidak
terlarang selama masih dalam koridor teori kemungkinan, namun jika keluar dari
teori itu dan masuk dalam dunia keabsolutan maka tentu saja akan menuai
konfrontasi terbuka terhadap ajaran agama dan nilai-nilai keuniversalan nurani
(kata hati).
Apa yang dilakukan oleh Badan Meteorologi dan
Geofisika (BMG) dengan ramalan cuacanya serta ilmuwan vulkanologi yang
mengetengahkan ramalan terhadap meletusnya sebuah gunung atau akan munculnya
gempa berkekuatan tertentu disuatu daerah adalah salah satu contoh ilmu ramal
yang bisa dibenarkan, sebab mereka mempergunakan teknologi yang berdasarkan
hasil karya akal pikiran dan memiliki tujuan agar masyarakat bisa mewaspadai
akibat yang terjadi dari kejadian-kejadian tersebut.
Ilmu perbintangan adalah ilmu yang
paling banyak diselewengkan oknum-oknum tertentu untuk mencari keuntungan
pribadi dengan mencampurkannya dengan hal yang klenik dan irrasional. Padahal
ilmu ini adalah salah satu cabang dari ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
luar angkasa, sehingga banyak agamawan justru memandangnya sebagai sesuatu yang
negatip. Al-Qur’an sendiri
memaparkan kepada kita :
Dan Dia-lah yang telah menjadikan bagi kamu
beberapa bintang untuk menjadi pedoman didalam kegelapan didarat dan dilautan.
Lalu Kami jelaskan tanda-tanda Kami bagi orang-orang yang mengetahuinya.
- Qs. 6 al-an’am : 97
Dan Dia jadikan tanda-tanda melalui bintang
sehingga mereka mendapatkan petunjuk. - Qs. 16 an-Nahl : 16
Bintang secara umum adalah benda angkasa yang
memancarkan cahaya kala malam tiba, dengan mempelajari letak dan posisi
bintang-bintang tersebut manusia bisa memperoleh petunjuk arah yang
menyelamatkannya dari kesesatan perjalanan. Manakala ada sekelompok orang yang
menunjuk benda-benda angkasa sebagai ramalan terhadap sebuah peristiwa atau
menyangkut nasib seseorang maka Nabi secara tegas bersabda :
Sesungguhnya manusia menganggap gerhana
matahari dan gerhana bulan dan lenyapnya bintang-bintang dari kedudukannya
karena matinya orang-orang besar dari penduduk bumi, sungguh mereka telah
berbohong ! ; sebenarnya semua itu adalah ayat-ayat kekuasaan Allah, supaya para
hamba-Nya bisa mengambil pelajaran dengan melihat fenomena itu dan diantara
mereka ada yang melakukan instropeksi diri (pertobatan). - Hadis Riwayat Abu
Daud
Dan kamu jadikan rezki kamu dan syukur kamu
dengan mendustakan pernyataan bahwa kita telah diberi hujan oleh kedudukan bulan
ini dan bulan itu serta bintang ini dan bintang itu. - Hadis Riwayat Ahmad,
Turmudzi, Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dari Ali bin Abu Thalib.
Jelas bahwa ilmu perbintangan tidak boleh
dijadikan ilmu meramal nasib seseorang, apalagi bila kita pelajari bagaimana
sesungguhnya logo-logo zodiak seperti scorpio, leo dan sebagainya itu diciptakan
dengan memaksakan keterhubungan antara bintang yang satu dengan bintang lainnya
melalui sebuah garis maya (garis khayalan) padahal sesungguhnya mereka sama
sekali berjauhan dan tidak nampak berhubungan sebagaimana yang sering
digambarkan.
Berbicara mengenai Ilmu Fengshui ada baiknya
bila kita kenali dulu sejarahnya, Basuki Soejatmiko [2] dalam bukunya menulis
bahwa Fengshui mulai dikembangkan pada masa kejayaan dinasti Chou (1027
– 256 SM) yang awalnya sebuah
konsep religius (keagamaan) Im dan Yang lalu seterusnya menjadi peraturan dalam
membangun rumah; istilah Fengshui dikenal juga dengan nama Hongsuinipun arti
harfiahnya adalah angin dan air.; melalui ilmu denah rumah ini diyakini bahwa
kebahagiaan dan keberuntungan manusia yang menghuninya dimasa mendatang
dipengaruhi olehnya.
Tidak ada yang aneh dan salah dalam ilmu ini
apabila ia memang sekedar mengatur tata letak rumah yang ideal sehingga prinsip
keseimbangan alam yang dianutnya benar-benar sesuai dan secara fakta dilapangan
bisa dibuktikan.; misalnya bagaimana mengatur posisi pintu rumah, atau jendela
agar tidak berhadapan langsung dengan matahari sehingga rumah sering merasa
panas terutama dimusim kemarau panjang dan orang-orang yang ada didalamnya
menjadi mudah emosi dan menyebabkan rumah tangga atau juga bisnis hancur.
Fengshui bisa tidak sejalan dengan pola pikir Islam saat dia melakukan nomorisasi hari-hari dalam satu minggu yang dikalkulasikan sedemikian rupa dan merujukkan nomor-nomor tersebut pada hubungan sesama manusia (biasanya menyangkut pasangan hidup dan bisnis). Apabila hasil nomornya bagus maka hubungan bisa berjalan, sebaliknya hubungan segera diakhiri, perbuatan yang sama bisa kita lihat dalam sistem yang berlaku pada primbon masyarakat Jawa. Bahkan setiap hari, bulan dan tahun pada almanak dibuat sebagai permodelan ramal demi menentukan hari baik, bulan baik dan tahun baik untuk melakukan suatu perbuatan.
Perlu ditekankan disini bahwa semuanya bukanlah
hitung-hitungan matematika untung-rugi yang biasa dipraktekkan oleh para
pengusaha dan manager modern namun tidak lebih dari takhayul orang-orang China
dan orang-orang Jawa dimasa lalu sesuai kepercayaan dan tradisinya
masing-masing. Bukankah al-Qur’an sudah berkata :
Dan apabila diperintahkan kepada mereka :
‘ikutilah apa-apa yang
diturunkan oleh Allah ! ‘ ;
Mereka akan menjawab : ‘Kami
hanya bermaksud mengikuti tradisi nenek moyang kami !’ ; Lalu apakah mereka mau mengikutinya
sekalipun nenek moyang mereka tidak mengerti sesuatu dan tidaklah terpimpin
dijalan yang benar ? ‘
-
Qs. 2 al-Baqarah : 170
Sesungguhnya bilangan bulan-bulan disisi Allah
ada dua belas bulan; tersebut dalam kitab Allah pada hari Dia menjadikan langit
dan bumi.
– Qs. 9
al-Bara’ah : 36
Tiada satu bencanapun yang menimpa di bumi
maupun pada dirimu sendiri melainkan telah ditetapkan dalam kitab catatan
sebelum Kami menciptakannya –
Qs. 57 al-Hadiid : 22
Sungguh ! Kami sudah mengetahui orang-orang
yang hidup sebelum kamu dan sungguh, Kami juga sudah mengetahui orang-orang yang
akan hidup dimasa depan. –
Qs. 15 al-Hijr : 24
Apakah kiranya jika kamu berkuasa, kamu akan
membuat kerusakan dimuka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan ?
Mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan telinga mereka tuli, penglihatan mereka buta – Qs. 47 Muhammad : 22-23
Islam tidak mengenal hari baik bulan baik atau
juga sebaliknya, semua bulan adalah baik dan setiap tahun juga baik. Tidak ada
pengkultusan waktu-waktu tertentu bagi seseorang untuk melakukan sebuah
kegiatan.
Jelek tidaknya nasib manusia tidak ditentukan
oleh kapan dia memulai kegiatannya, namun lebih pada tindakannya sendiri yang
kurang perhitungan dan mawas diri. Sebagai contoh, Islam tidak mengkeramatkan
malam 17 Ramadhan yang dipercayai sejumlah ulama sebagai malam turunnya kitab
suci al-Qur’an, Islam juga
tidak mengkeramatkan hari 12 Rabiul Awal dimana Nabi Muhammad lahir dan
meninggal dunia, semuanya adalah waktu yang berjalan sesuai kodratnya, sama
sekali tidak ada yang perlu dihitung dan dikultuskan.
Tidak ada paksaan didalam agama, telah jelas jalan yang benar dan jalan yang salah ; Karena itu, siapa yang mengingkari kesalahan dan beriman kepada Allah, sungguh dia telah berpegang kepada tali yang sangat teguh yang tidak ada putusnya. – Qs. 2 al-Baqarah : 256
Referensi :
[1] Ada sejumlah terjemahan al-Qur’an yang menterjemahkan kata mengalahkan
kebenaran sebagai mencapai kebenaran – dalam hal ini penulis mengikuti tafsir al-Furqon, karya A. Hassan,
Penerbit Pustaka Tamaam, Bangil, 1986, hal. 398 sebagaimana tersebut diatas.
[2] Basuki Soejatmiko, Hong Sui Nipun, Penerbit Jawa Pos, Surabaya, 1988, hal. 10.
[2] Basuki Soejatmiko, Hong Sui Nipun, Penerbit Jawa Pos, Surabaya, 1988, hal. 10.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar