Di Makkah Al Mukarromah
Setelah kurang lebih tiga hari di
Madinah, kami berangkat menuju Makkah untuk melakukan umroh wajib (karena baru
pe
|
zamzam tower |
rtama kali) dengan mengambil miqot (Niat) di Bir Ali. Laki-Laki memakai kain ihram
berwarna putih (sunnah) dan wanita juga berpakaian ihram berwarna putih (saya
lebih cenderung kain ihram untuk wanita tidak sunnah berwarna putih bahkan
tidak wajib karena saya belum menemukan dalillnya, hanya saja untuk wanita
pakaian ihramnya adalah pakaian yang menutup aurat). Perjalanan dari Madinah ke
Makkah kami tempuh selama kurang lebih enam jam menggunakan bus. Sepanjang
jalan yang ada hanyalah pemandangan bukit-bukit pasir yang tandus dan panas.
Tumbuh-tumbuhan pun yang memang tumbuh di daerah tandus dan menjadi pakan dari
unta. Ada juga kambing-kambing hitam yang memakan batu. Eitsss, bukan
makanannya batu, tapi di batu itu ada lumut-lumut yang jadi makanan bagi si
kambing. Kondisi alamnya sangat berbeda jauh dengan Indonesia.
|
Saat selesai umroh wajib (buku doa tak pernah ditinggalkan) |
Perasaan deg-degan ketika mulai
mendekati kota Makkah. Kami pun melewati Masjid ‘Aisyah di Tan’im yang
merupakan tempat miqot terdekat dan menjadi batas tanah halal dengan tanah
haram. Kami tiba di daerah nisfalah kalau tidak salah yaitu daerah hotel tempat
kami menginap sekitar 350 meter dari masjidil haram menjelang Ashar. Setiap
menjelang waktu sholat, jalan menuju masjidil haram akan ditutup sehingga
kendaraan tidak dapat melintas. Akhirnya bus kami pun tidak dapat lewat dan
harus menunggu sampai sholat dilaksanakan. Setelah sampai di hotel dan
meletakkan barang-barang di kamar, kami pun segera berkumpul kembali di lobby
hotel untuk berangkat ke masjidil haram melakukan thawaf, sa’I dan tahalul.
Pengalaman luar biasa dapat melihat ka’bah secara langsung untuk pertama
kalinya dalam hidup.
|
masjidil haram di malam hari |
Kami pun mengikuti panduan dari muthawwif dalam
melaksanakan thawaf dan sa’i. Kami tidak boleh berpisah dari rombongan tapi
tetap saja ada yang terpisah dan Alhamdulillah bisa berjumpa kembali saat sa’i.
Hendaknya jika dalam rombongan kita terdapat orang yang sudah tua atau kurang
fit tubuhnya, kita dapat membantunya dan tidak meninggalkannya, Insya Allah
berpahala dan diberikan kebaikan berlipat ganda oleh Allah. Aamiin.
Cuaca di Makkah lebih ekstrim
daripada Madinah. Dengan kondisi gedung-gedung
hotel dimana-mana, jalan raya
yang sangat lebar, juga tanah-tanah tandus, menyebabkan udara semakin kering.
Hari ketiga di Makkah saya pun terkena radang tenggorokan, padahal ingin ikut
umroh yang kedua. Kulit pun sepertinya tidak mudah beradaptasi dan akhirnya
sering gatal dan menjadi luka. Jadi saran saya mungkin konsultasi dengan dokter
kulit dulu ya sebelum berangkat, agar tau obat apa yang cocok dan sesuai dengan
kulit kita di cuaca seperti di Makkah sehingga tidak menghalangi kita untuk
beribadah. Botol spray berisikan air zamzam sangat bermanfaat di keringnya
cuaca Makkah. Berulang kali saya semprotkan di wajah agar lebih segar dan memang
air zamzam itu memberi kesegaran dan kesejukan walaupun sebentar saja sudah
kering lagi hehe.
|
foto bareng di jabal rahmah |
Di Makkah kami sempat mengunjungi
Jabal Nur, Jabal Rahmah, juga melewati Arafah, Mina, dan Muzdalifah. Ada juga museum
Alamoudi, miniature dari Musium Ka’bah yang kabarnya tidak dapat dikunjungi
karena dilarang oleh pemerintah Arab Saudi. Sebelum pulang, kami pun
melaksanakan umroh ketiga dengan mengambil miqot di Hudaibiyah. Saya berniat
untuk umroh sunnah sedangkan mamak berniat badal untuk pakde yang sudah
meninggal. Miqot untuk umroh ada empat (Bir Ali di Madinah, Ja'ronah, Tan'im dan Hudaibiyah). Alhamdulillah dengan beberapa teman tanpa didampingi muthawwif kami
dapat menyelesaikan umroh yang ketiga dengan baik insya Allah. Teriknya
matahari tidak pernah menyurutkan jamaah untuk mengelilingi ka’bah dan sholat
di sekitarnya. Semakin hari semakin padat jamaah memenuhi masjidil haram.
Betapa mulianya rumahmu Ya Allah hingga hamba-hambaMu berduyun-duyun memenuhi
panggilan-Mu.
Ka’bah, entah mengapa selalu ingin kami
memandangnya. Menengadahkan tangan seraya berdoa berteteskan air mata,
mengharap penuh keampunan dari Rabb pemilik Ka’bah. Berusaha mencium hajarul
aswad, meskipun tak bisa dan ingin sekali mendekati multazam-Nya, tapi juga
belum bisa. Alhamdulillah diberi kesempatan sholat di hijr ismail dan di
belakang makam Ibrahim meskipun juga harus berdesak-desakan dengan jamaah yang
lain sambil memohon kemudahan dari Allah yang Maha Kuasa. Seusai Tawaf wada’
kami bersimpuh memohon agar dapat datang kembali ke rumah Allah ini, agar Allah
berkenan menerima amal ibadah kami dan menghapuskan dosa-dosa kami serta
membimbing kami agar selalu berada di jalanNya.
|
Foto ka'bah diambil setelah Tawaf Wada' |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar