Tersentak tiba-tiba mendengar kata-kata ini keluar dari seorang teman di kelas.
Saat itu kelas sedang dalam keadaan tidak tenang. Kami sekelas sedang berdiskusi masing-masing. Ada yang berdiskusi masalah pelajaran tapi ada juga yang berdiskusi tentang hal lainnya yang dirasa lebih menarik, ataupun hanya sekedar bercanda. Tanpa ada yang sadar, dosen kami ternyata sedang menyiapkan kejutan besar. Apa itu? Ternyata hasil ujian UTS AKL!
Semuanya langsung panik kembali ke tempat duduk masing-masing dan berdoa semoga hasilnya baik. Pak dosen lalu meminta kami membawa kertas ketika dipanggil namanya satu-satu di depan untuk dituliskan nilainya disitu.
Seperti yang lain hatiku pun berdegup kencang. Selain karena ruangannya yang sangat dingin ditambah dengan rasa panik, kemudian menjadikan tubuh ini bergetar. Takut hasilnya mengecewakan padahal sudah berusaha sekuat tenaga, walaupun mungkin masih belum maksimal.
Masih berusaha menenangkan diri. Di saat itulah salah seorang teman berkata, "Udahlah, cuma perkara dunia kok ini, ngapain takut kali?"
Sontak kami yang saat itu duduk berdekatan dengannya terdiam sejenak. Dalam pikiran membenarkan apa yang diucapkannya. Kata yang simple namun langsung bisa diterima akal.
Terkadang atau bahkan seringnya kita memang melebih-lebihkan urusan dunia dibanding urusan akhirat. Sehingga hal-hal kecil pun dianggap masalah besar jika kita tidak dapat memperolehnya sesuai dengan yang kita inginkan. Kita takut dianggap bodoh, tidak berguna dan tanggapan negatif lainnya. Namun ketika dihadapkan dengan urusan akhirat, kebanyakan kita malah menganggap remeh. Ibadah dilaksanakan hanya sebagai pemenuh kewajiban, selepas dari itu terasa tidak ada beban. Perbuatan maksiat dianggap biasa. Seakan-akan kita hidup di dunia ini selamanya, sedangkan kehidupan akhirat hanya khayalan belaka.
Padahal Allah sudah menekankan di dalam Al Quran (An Nisa:77)
Os9r& ts? n<Î) tûïÏ%©!$# @Ï% öNçlm; (#þqÿä. öNä3tÏ÷r& (#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¢9$# $¬Hs>sù |=ÏGä. ãNÍkön=tã ãA$tFÉ)ø9$# #sÎ) ×,Ìsù öNåk÷]ÏiB tböqt±øs }¨$¨Z9$# Ïpuô±yx. «!$# ÷rr& £x©r& Zpuô±yz 4 (#qä9$s%ur $oY/u zOÏ9 |Mö6tGx. $uZøn=tã tA$tFÉ)ø9$# Iwöqs9 !$oYs?ö¨zr& #n<Î) 9@y_r& 5=Ìs% 3 ö@è% ßì»tFtB $u÷R9$# ×@Î=s% äotÅzFy$#ur ×öyz Ç`yJÏj9 4s+¨?$# wur tbqßJn=ôàè? ¸xÏGsù ÇÐÐÈ
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang
dikatakan kepada mereka[317]: "Tahanlah tanganmu (dari berperang),
Dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!" setelah diwajibkan kepada
mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut
kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari
itu takutnya. mereka berkata: "Ya Tuhan kami, Mengapa Engkau wajibkan
berperang kepada Kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang)
kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah:
"Kesenangan di dunia Ini Hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk
orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun"
Sesungguhnya kesenangan di dunia ini hanya sementara dan kesenangan di akhirat lah yang kekal. Hal ini juga sebagai pendorong bagi kita untuk terus bergiat dalam beramal dan berbuat baik di dunia agar kelak di akhirat memperoleh kebahagiaan yang kekal. Selain itu sebagai penyemangat kita untuk tidak berputus asa ketika kita tidak memperoleh apa yang kita inginkan di dunia. Tetap bersemangat mencapai tujuan hidup dan senantiasa berserah diri kepada Allah SWT, tidak ada kerisauan akan apa yang terjadi pada diri kita dan kita akan hidup lebih percaya diri ,sehingga ketenangan menjadi milik kita, karena hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.
Sungguh hanya Allah lah yang pantas menjadi tujuan hidup kita. Walau di dunia kita menjadi orang yang pintar, kaya ataupun dihormati, jika Allah tidak berkehendak kita bahagia di akhirat maka hal yang didapatkan di dunia itu akan sia-sia saja. Namun tetap saja kita harus berusaha terus memperbaiki diri kita, karena Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mau mengubah dirinya sendiri .. ^.^
Wallahu'alam bisshawab..