Analisis Kasus
Kasus
Bank Century bukan hanyalah masalah perbankan tapi juga sudah memasuki ranah
politik. Bagaimana tidak, para politikus sibuk memperdebatkan apakah Century
berhak memperoleh bantuan dari pemerintah atau tidak.
Pada
kenyataannya, pada Oktober tahun 2008 bank Century mengalami likuiditas karena
surat-surat berharga valas yang dimiliknya jatuh tempo dan gagal bayar. Lalu
pada November 2008 Bank Century gagal kliring karena gagal menyediakan dana (prefund). Kemudian BI mengirim surat
kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan Bank Century sebagai Bank gagal dan
mengusulkan langkah penyelamat oleh LPS.
LPS
kemudian mengambil alih Bank Century dan mengucurkan dana sebesar Rp 2,78
Triliun. Pengucuran dana dari LPS inilah yang kemudian diperdebatkan karena
pertimbangannya apakah Bank Century masih layak untuk sustain? Dan jika permasalahan ini tidak mencuat ke permukaan,
apakah BI tetap menyatakan bank itu tidak sehat?
Pengucuran
dana dari LPS tidak hanya sekali tapi berkali-kali. Lalu Bank Century mendapat
banyak tuntutan dari investornya atas penggelapan dana investasi yang dilakukan
pemegang saham di Bank Century. PAda Mei 2009 BI melepaskan pengawasan khusus
terhadap Bank Century.
Bank
Century pun terus mengalami kerugian Rp7,8 triliun pada 2008. Aset-nya
tergerus menjadi Rp5,58 triliun dari Rp14,26 triliun pada 2007. LPS mulai
digugar parlemen karena jumlah biaya penyelamatan Bank Century dinilai terlalu
besar.
Permasalahan
ini tentu membuat kepercayaan masyarakat semakin berkurang kepada pemerintah.
Masyarakat menilai pengawasan pemerintah terhadap perbankan kurang. Para
pemegang saham yang nakal memanfaatkan situasi untuk tidak mengikuti saran dari
BI untuk menjual surat berharga valas itu dan lalu menjadikannya deposito dan
akhirnya ternyata sulit ditagih. Akibatnya terjadi likuiditas terhadap bank
itu.
Padahal
kejadian seperti ini pernah terjadi di Bank Global. Saat itu terjadi
penggelapan dana nasabah oleh oknum pegawai Bank. Jika dilihat dari kedua kasus
ini sudah seharusnya badan pengawasan Bank seperti Bapepam dan BI lebih serius
menangani pengawasan ini. Walaupun secara umum Bank-bank di Indonesia sudah
menerapkan good corperate and governance
dan risk management namun masih ada
pelanggaran terhadap etika profesi, seperti integritas, independensi dan
profesionalisme.
Solusi penyelesaian kasus
Untuk
penyelesaian kasus bank Century ini mungkin perlu adanya ketegasan dari pihak
pemerintah dan aparat hokum dalam menanganinya, karena jika dibiarkan
berlarut-larut maka yang akan dirugikan pastilah masyarakat.
Namun,
untuk mencegah kejadian ini agar tidak terulang lagi yaitu perlu adanya
antisipasi dari Bapepam dan BI tentang kejelasan kepemilikan saham suatu Bank
serta kaitan antara Bank dengan suatu perusahaan. Karena banyak kasus yang
terjadi yaitu Bank hanya menghimpun dana dari masyarakat untuk disalurkan ke
sebuah perusahaan, yang keuntungannya bagi masyarakat menjadi tidak jelas. Dan
selain itu potensi adanya mark up .
Padahal pengelola keuangan harus terlepas dari berbagai konflik kepentingan.
Hal
tersebutlah yang selama ini terjadi di Indonesia. Akibat dari tidak adanya
kejujuran dan keterbukaan maka ekonomi kita pun menjadi terhambat.
Wajarlah masyarakat kemudian menjadi krisis
kepercayaan kepada pemerintah. Karena masyarakat sendiripun akan cenderung
ingin dananya aman. Oleh karena itu, di dalam etika profesi apapun pasti yang
ditekankan adalah independensi, profesionalisme, dan integritas.
Kenapa ketiga hal ini menjadi sangat penting?
Karena biasanya pengelola keuangan apalagi di sebuah bank atau perusahaan akan
sering berbenturan dengan kepentingan stakeholder
. Jika tidak adanya ketiga hal itu maka akan terjadi kasus seperti yang di
atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar