Senin, 14 November 2011

Menilik kasus Bank Century ditinjau dari Etika Profesi


Analisis Kasus
Kasus Bank Century bukan hanyalah masalah perbankan tapi juga sudah memasuki ranah politik. Bagaimana tidak, para politikus sibuk memperdebatkan apakah Century berhak memperoleh bantuan dari pemerintah atau tidak.
Pada kenyataannya, pada Oktober tahun 2008 bank Century mengalami likuiditas karena surat-surat berharga valas yang dimiliknya jatuh tempo dan gagal bayar. Lalu pada November 2008 Bank Century gagal kliring karena gagal menyediakan dana (prefund). Kemudian BI mengirim surat kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan Bank Century sebagai Bank gagal dan mengusulkan langkah penyelamat oleh LPS.
LPS kemudian mengambil alih Bank Century dan mengucurkan dana sebesar Rp 2,78 Triliun. Pengucuran dana dari LPS inilah yang kemudian diperdebatkan karena pertimbangannya apakah Bank Century masih layak untuk sustain? Dan jika permasalahan ini tidak mencuat ke permukaan, apakah BI tetap menyatakan bank itu tidak sehat?
Pengucuran dana dari LPS tidak hanya sekali tapi berkali-kali. Lalu Bank Century mendapat banyak tuntutan dari investornya atas penggelapan dana investasi yang dilakukan pemegang saham di Bank Century. PAda Mei 2009 BI melepaskan pengawasan khusus terhadap Bank Century.
Bank Century pun terus mengalami kerugian Rp7,8 triliun pada 2008. Aset-nya tergerus menjadi Rp5,58 triliun dari Rp14,26 triliun pada 2007. LPS mulai digugar parlemen karena jumlah biaya penyelamatan Bank Century dinilai terlalu besar.
Permasalahan ini tentu membuat kepercayaan masyarakat semakin berkurang kepada pemerintah. Masyarakat menilai pengawasan pemerintah terhadap perbankan kurang. Para pemegang saham yang nakal memanfaatkan situasi untuk tidak mengikuti saran dari BI untuk menjual surat berharga valas itu dan lalu menjadikannya deposito dan akhirnya ternyata sulit ditagih. Akibatnya terjadi likuiditas terhadap bank itu.
Padahal kejadian seperti ini pernah terjadi di Bank Global. Saat itu terjadi penggelapan dana nasabah oleh oknum pegawai Bank. Jika dilihat dari kedua kasus ini sudah seharusnya badan pengawasan Bank seperti Bapepam dan BI lebih serius menangani pengawasan ini. Walaupun secara umum Bank-bank di Indonesia sudah menerapkan good corperate and governance dan risk management namun masih ada pelanggaran terhadap etika profesi, seperti integritas, independensi dan profesionalisme.

Solusi penyelesaian kasus
Untuk penyelesaian kasus bank Century ini mungkin perlu adanya ketegasan dari pihak pemerintah dan aparat hokum dalam menanganinya, karena jika dibiarkan berlarut-larut maka yang akan dirugikan pastilah masyarakat.
Namun, untuk mencegah kejadian ini agar tidak terulang lagi yaitu perlu adanya antisipasi dari Bapepam dan BI tentang kejelasan kepemilikan saham suatu Bank serta kaitan antara Bank dengan suatu perusahaan. Karena banyak kasus yang terjadi yaitu Bank hanya menghimpun dana dari masyarakat untuk disalurkan ke sebuah perusahaan, yang keuntungannya bagi masyarakat menjadi tidak jelas. Dan selain itu potensi adanya mark up . Padahal pengelola keuangan harus terlepas dari berbagai konflik kepentingan.
Hal tersebutlah yang selama ini terjadi di Indonesia. Akibat dari tidak adanya kejujuran dan keterbukaan maka ekonomi kita pun menjadi terhambat.
Wajarlah masyarakat kemudian menjadi krisis kepercayaan kepada pemerintah. Karena masyarakat sendiripun akan cenderung ingin dananya aman. Oleh karena itu, di dalam etika profesi apapun pasti yang ditekankan adalah independensi, profesionalisme, dan integritas.
Kenapa ketiga hal ini menjadi sangat penting? Karena biasanya pengelola keuangan apalagi di sebuah bank atau perusahaan akan sering berbenturan dengan kepentingan stakeholder . Jika tidak adanya ketiga hal itu maka akan terjadi kasus seperti yang di atas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Feed me, Please =D